1.
Identifikasi Bahaya
HACCP adalah suatu alat (tools)
yang digunakan untuk menilai
tingkat bahaya, menduga perkiraan risiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan
menitikberatkan pada pencegahan
dan pengendalian proses dari pada pengujian produk akhir yang biasanya dilakukan dalam cara
pengawasan tradisional (Suklan,
1998).
Hazard Analysis,
adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya
risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi
pangan yang tidak dapat diterima
karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.
Bahaya tersebut meliputi :
- keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah.
- Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
- Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
Dalam identifikasi bahaya mempelajari jenis -jenis
mikroorganisme, bahan kimia
dan benda asing terkait yang harus didefinisikan. Untuk dapat melakukan ini, tim harus memeriksa
karakteristik produk serta
bahaya yang akan timbul waktu dikonsumsi oleh konsumen.
Terdapat tiga bahaya (hazard)
yang dapat menyebabkan makanan
menjadi tidak aman untuk dikonsum si, yaitu hazard fisik, kimia, dan biologi. Bahaya fisik termasuk
benda -benda seperti pecahan
logam, gelas, batu, yang dapat menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik ataupun
perlukaan pada saluran pencernaan.
Bahaya kimia antara lain pestisida, zat pembersih, antibiotik, logam berat, dan bahan tambahan
makanan. Bahaya biologi
antara lain mikroba patogen (parasit, bakteri), tanaman, dan hewan beracun. Pada Tabel 1 akan diuraikan beberapa bahaya biologis
yang mungkin mencemari bahan pangan. Sedangkan Tabel 2 dan 3 akan menguraikan
bahaya kimia yang mungkin mencemari bahan pangan
Tabel 1. Bahaya Biologis yang dapat mencemari produk
pangan
Bahan Pangan
|
Organisme Patogen
|
|
Daging dan produk daging
|
Salmonella
S. aureus
Y. enterocolitica
C. perfringens
C. botulinum
|
E. coli patogenik
L. monocytogenes
Virus enteric
Parasit
|
Susu dan produk susu
|
Mycobacterium
Brucella
Salmonella
L. monocytogenes
E. coli
|
S. aureus
Bacillus sp.
Clostridium sp.
Virus
|
Unggas dan produk unggas
|
Salmonella
Campylobacter
C. perfringens
|
S. aureus
Y. Enterocolitica
L. monocytogenes
|
Produk hasil laut (ikan, kerang, udang)
|
V. cholerae
V. parahaemolyticus
C. botulinum
|
L. monocytogenes
Parasit
Virus (utama Hepatitis A)
|
Sayur-sayuran
|
Salmonella
Shigella
V. cholerae
L. monocytogenes
|
Virus Hepatitis A& enteric
Parasit
|
Tabel 2. Bahaya Kimia yang dapat mencemari produk pangan
Kelompok
|
Jenis Bahan Kimia
|
Contoh
|
Terbentuk
secara alami
|
Mikotoksin,Skrombotoksin,
Toksin jamur & kerang, Alkaloid
pirolizidin, Fitohemaglutinin, PCB
(polychlorinated biphenyl)
|
Aflatoksin,
okratoksin, zearalenon, Histamin, Amatoksin,
palotoksin
Toksin paralitik,
toksin diare, neurotoksin, toksin amnestik
|
Ditambahkan
secara sengaja atau tidak sengaja
|
Bahan kimia
pertanian
Logam/benda berbahaya, Bahan
tambahan (terlarang atau melebihi batas), Bahan
bangunan & sanitasi, Pengawet
|
Pestisida,
fungisida, pupuk, insektisida, aldrin, antibiotik, hormon pertumbuhan, fertilizer, Pb,
Zn, As, Hg, Sianida Pewarna (amarant, methanil yellow, rhodamin B) Lubrikan,
sanitizer, pelapis Nitrit, formalin, boraks
|
Tabel 3. Bahaya Toksin
yang dihasilkan mikroorganisme
Mikotoksin
|
Mikroba penghasil
|
Makanan
yang tercemar
|
Aflatoksin
|
Aspergillus
flavus
|
Jagung,
kacang tanah, biji kapas, kopra, beras, susu, kacang-kacangan lain.
|
Patulin
|
Penicillium
claviforme
|
Apel,
anggur, buah-buahan
|
Okratoksin A
|
Aspergillus
ochraceus
|
Gandum,
jagung, barlei, kacang tanah, biji-bijian
|
Zearalenon
|
Fusarium
sp.
|
Jagung,
barlei, sorghum, wijen, minyak jagung, pati
|
Fumonisin
|
Fusarium
moniliforme
|
Jagung,
barlei, sorghum, wijen, minyak jagung, pati
|
Botulinin
|
Clostridium
botulinum
|
Makanan kaleng,
daging, ikan & sea food, telur, sayuran
|
Asam bongkrek
|
Pseudomonas
cocovenenans
|
Bungkil
ampas kelapa, tempe bongkrek
|
Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan
adalah:
1.
Formulasi; adalah bahan mentah dan bahan
baku ya ng dapat mempengaruhi
keamanan dan kestabilan produk.
2.
Proses; adalah parameter proses pengolahan
yang dapat mempengaruhi bahaya.
3.
Kemasan; adalah perlindungan terhadap
kontaminasi ulang dan
pertumbuhan mikroorganisme
4.
Penyimpanan/penanganan; adalah waktu dan
kondisi suhu serta penanganan di
dapur dan penyimpanan di etalase.
5.
Perlakuan konsumen; digunakan oleh konsumen
atau ahli masak professional.
6.
Target grup; yaitu pemakai akhir makanan
tersebut (bayi, orang
dewasa, lanjut usia)
Semua faktor ini harus
dipertimbangkan untuk menentukan risiko serta
tingkat bahaya yang dikandungnya. Tiap -tiap pengawasan/ studi harus memeriksa mikroorganisme
tertentu, bahan kimia atau
pencemar fisik yang mungkin mempengaruhi keamanan produk
tertentu. Pengendalian dapat didefinisi kan secara tepat dengan cara ini. Berikut akan diuraikan cara identifikasi bahaya pada
susu segar pada Tabel 4.
Tabel 4. Contoh identifikasi bahaya pada susu segar
Bahan/ Produk
|
Bahaya
|
Dampak
|
|
Susu segar
|
Fisik
|
Tanah, kerikil
|
Keruh
|
Kimia
|
Formalin
|
Keracunan
|
|
Mikrobiologis
|
Lactobacillus
|
merombak laktosa
menjadi asam laktat sehingga susu menjadi asam
|
2. Penentuan Titik Kendali Kritis/ CCP
dengan Pohon Keputusan (Tree Decission)
Critical Control Point (CCP
atau titik pengendalian kritis), adalah
langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan
untuk mencegah atau menghilangkan bahaya atau menguranginya
sampai titik aman (Bryan, 1995). Sedangkan
CP adalah Setiap titik dalam sistem pangan spesifik dimana hilangnya kendali
dapat menimbulkan cacat ekonomis atau
mutu, atau peluang
terjadinya resiko kesehatan rendah .
Titik pengendalian kritis
(CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat
diterapkan untuk mencegah
atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
- Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1),
adalah sebagai titik dimana bahaya
dapat dihilangkan
- Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2),
adalah sebagai titik dimana bahaya
dikurangi.
Meskipun aplikasi HACCP
pada umumnya dilakukan di dalam industri
pengolahan pangan, tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan mulai dari produksi bahan baku sampai
pemasaran dan distribusi. Hal ini
disebabkan beberapa kontaminasi, misalnya logam berat,
pestisida, dan mikotoksin yang mungkin
mencemari bahan baku pada waktu
produksi, sangat sulit dihilangkan dengan proses pengolahan. Oleh karena itu pengawasan terhadap bahan
-bahan berbahaya tersebut
harus dimulai dari saat produksi bahan baku. HACCP tidak
hanya diterapkan dalam industri pangan
modern, tetapi juga diterapkan
dalam produksi makanan katering/jasa boga, makanan untuk hotel dan restoran, bahkan dalam
pembuatan makanan jajanan.
CCP ditetapkan pada setiap
tahap proses mulai dari awal
produksi suatau makanan hingga sampai ke konsumsi. Pada setiap tahap ditetapkan jumlah CCP
untuk bahaya mirobiologis, kimia,
maupun fisik. Pada beberapa produk pangan, formulasi
makanan mempengaruhi tingkat keamanan nya, oleh karena
itu CCP pada produk semacam ini diperlukan untuk mengontrol
beberapa parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan adanya bahan tambahan makanan.
·
Beberapa contoh CCP yang dapat dikendalikan secara efektif
Jenis CCP
|
Pengendalian yang
Dapat Dicapai Secara Efektif
|
Pasteurisasi susu
|
Membunuh sel
vegetatif
|
Penggunaan wadah
yang tepat
pada makanan berasam
tinggi
|
Mencegah keracunan
logam
|
· Beberapa
Contoh CCP yang Dapat Dikendalikan Sebagian
Jenis CCP
|
Pengendalian yang
Dapat Dicapai Sebagian
|
Pencucian dan
sanitasi peralatan
|
Mengurangi
pencemaran produk selama
pengemasan
|
Sortasi
kacang tanah dengan
peralatan yang terkontrol
|
Mengurangi cemaran
mikotoksin pada
produk-produk kacang tanah
|
Critical
Control Point (CCP) atau titik pengendalian kritis dapat didefinisikan sebagai
“Sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk
mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya
hingga ke tingkat yang dapat diterima.” Dengan kata lain, CCP adalah suatu
titik, prosedur atau tahapan dimana terlewatnya pengendalian dapat
mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan pangan. Dengan
demikian, “Jika suatu potensi bahaya telah diidentifikasi pada suatu tahapan
dimana pengendalian diperlukan untuk menjamin keamanan produk, dan tidak ada
upaya pengendalian lain yang ada pada tahapan ini, maka produk atau
proses tersebut harus
dimodifikasi pada tahapan tersebut atau pada tahap sebelum atau sesudahnya agar
potensi bahaya tersebut menjadi dapat dikendalikan.
Setelah
diketahui adanya titik bahaya dalam alur proses, selanjutnya dilakukan
penentuan titik kendali kritis (TKK). Pada tahap ini, semua tahapan proses diidentifikasi
sehingga dapat ditentukan pada tahapan proses mana bahaya yang ada akan
dihilangkan atau dikurangi. Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin
terdapat lebih dari satu TKK pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan TTK
selalu dilakukan pada setiap proses, mulai dari awal proses hingga di konsumsi.
Pada setiap tahap tersebut, ditentukan bahaya biologis, kimia, maupun fisik.
Penentuan titik kendali kritis dilakukan dengan menggunakan diagram penentuan
CCP.
Penentuan CCP
dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan
potensi bahaya tersebut. Penentuan CCP juga didasarkan pada hal-hal yang dapat
dilakukan untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada
suatu tahap pengolahan.
Pemilihan CCP dibuat berdasarkan
pada :
a.
Potensi bahaya yang teridentifikasi dan kecenderungan
kemunculannya.
Hal ini dikaitkan dengan hubungannya terhadap hal-hal yang dapat
menimbulkan kontaminasi yang tidak dapat diterima.
b.
Operasi dimana produk tersebut terpengaruh selama pengolahan,
persiapan dan sebagainya.
c.
Tujuan penggunaan produk.
Penentuan
CCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan (Lampiran 1).
Penerapannya harus bersifat lentur, tergantung pada situasi yang
dihadapi.Proses identifikasi CCP sesungguhnya sangat dibantu oleh pemahaman
yang benar terhadap pertanyaan pertanyaan yang muncul dalam pohon keputusan.
Pemahaman ini sangatlah mendasar. Contoh CCP antara lain: pemasakan,
pengendalian formulasi, pendinginan atau pengemasan.
a)
Pemasakan.
Bahan mentah yang digunakan
sering kali mengandung patogen. Pengawasan pada saat penerimaan merupakan titik
pengendalian kritis, tergantung pada asal dan penggunaan produk tersebut. Jika
ada satu atau lebih tahapan selama pengolahan (misalnya pemasakan) yang dapat
menghilangkan atau mengurangi sebagian besar potensi biaya biologis, maka
pemasakanakan menjadi CCP.
b)
Pengendalian formulasi
bisa menjadi CCP.
Beberapa bahan baku mempengaruhi pH atau kadar Aw makanan
sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Serupa dengan hal tersebut,
penambahan garam menciptakan lingkungan yang selektif untuk pertumbuhan
mikrobia. Nitrit dalam jumlah yang cukup akan mencegah pertumbuhan spora yang
terluka karena panas. Dengan demikian,pada produk-produk tertentu, konsentrasi
garam yang cukup tinggi serta nitrit dapat dimasukkan sebagai CCP dan diawasi
untuk menjamin keamanannya.
c)
Pendinginan bisa menjadi CCP pada produk tertentu.
Penurunan suhu secara cepat pada makanan yang dipasteurisasi
adalah proses sangat penting. Pasteurisasi tidak mensterilkan produk namun
hanya mengurangi beban bakteri hingga ke tingkat tertentu. Spora yang dapat
bertahan pada proses pasteurisasi akan tumbuh jika proses pendinginan yang
tidak tepat atau tidak cukup dingin selama penyimpanan.
d)
pengemasan pangan siapsantap sangat sensitif terhadap mikroba.
Dengan demikian, praktek-praktek higienis tertentu mungkin harus
dianggap sebagai CCP.
Potensi
bahaya yang tidak sepenuhnya menjadi sasaran program pendahuluan akan ditinjau
ulang dengan menggunakan pohon keputusan HACCP pada tahapan proses dimana
potensi bahaya tersebut berada. Pohon keputusan memiliki 4 pertanyaan yang
disusun secara berurutan dan dirancang untuk menilai secara obyektif CCP yang
ada dan tahapan proses mana yang diperlukan untuk mengendalikan potensi bahaya
yang telah teridentifikasi. Cara penggunaan pohon keputusan serta pemahaman
yang dibuat selama analisis harus dicatat dan didokumentasikan. Lembar
identifikasi CCP telah dikembangkan dari pohon keputusan untuk mencatat seluruh
informasi yang sesuai. Formulir berisi informasi ini akan berfungsi sebagai
dokumen acuan dimana seluruh bahan baku dan tahapan proses dengan potensi
bahaya yang teridentifikasi dicatat dan didokumentasikan. Pekerja pabrik dan
pengawas akan dapat mengacu pada formulir ini ketika mengevaluasi mengapa
proses-proses tertentu tidak dimasukkan sebagai CCP.
Pengendalian
bahaya dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya atau menguranginya sampai
batas aman. Sebagai contoh, pemasakan daging burger pada suhu 700C
selama dua menit untuk membunuh E. Coli dannpatogen lain sebanding
dengan suhu 750C dalam waktu sekejap. Sterilisasi dapat membunuh
mikroba patogen kecuali Clostridium botulinum. Selanjutnya dari hasil pengujian
mikrobiologis diperoleh bahwa keberadaan bakteri patogen menurun menjadi sepuluh
koloni. Berdasarkan batas kritis yang hanya 2 koloni, berarti harus dilakukan
perbaikan dalam proses sterilisasi.
Batas kritis
adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang
tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis dapat berupa
bahan mentah/baku, lokasi, tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun
harus spesifik, misalnya:
1.
Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/ baku.
2.
Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur
3.
Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang
untuk produk jadi/masak.
Kriteria yang
sering digunakan untuk menentukan batas kritis adalah suhu, waktu, kelembaban,
pH, water activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam,
viskositas, adanya zat klorin, dan parameter sensorik. Jika keberadaan bahaya
telah teridentifikasi pada suatu tahap dan diperlukan pengendalian untuk
mengatasi bahaya hingga ke tingkat aman. Apabila tidak ada tindakan pengendalian pada
tahap tersebut, atau langkah lainnya, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap
tersebut, atau pada tahap sebelum atau sesudahnya dengan memasukkan suatu
tindakan pengendalian.
Cara
penggunaan pohon keputusan untuk mengidentifikasi CCP adalah dengan menjawab
pertanyaan secara berurutan. Jawaban atau keputusan untuk masing-masing
operasi pada diagram proses dicatat pada lembar identifikasi CCP. Jawaban harus
dikaitkan dengan masing-masing penyebab potensi bahaya yang teridentifikasi.
Pertanyaan Q1
: Apakah ada pengendalian yang telah dilakukan ? Bila jawabannya TIDAK, ikuti
panah selanjutnya. Apabila jawabannya YA, lanjutkan ke pertanyaan kedua.
Pertanyaan 1 harus diinterpretasikan dengan baik oleh operator. Jawaban yang
diberikan dapat menentukan cara pengendalian potensi bahaya yang
teridentifikasi, baik pada tahap proses ini maupun pada tahap yang lain dalam
industri pangan tersebut. Jelaskan jawaban dalam kolom yang sesuai pada lembar
identifikasi CCP.
Jika upaya
pengendalian tidak ada (pada tahap ini maupun tahap yang lain di dalam proses),
maka tim HACCP dapat mengusulkan modifikasi proses agar dapat mengendalikan
potensi bahaya ini. Modifikasi ini harus dapat diterima tim dan diterima oleh
departemen dan atau perusahaan. Upaya pengendalian harus dijelaskan dalam
formulir “Potensi Bahaya yang Tidak Dikendalikan oleh Operator”.
Pertanyaan Q2
: Apakah tahap ini terutama dirancang untuk menghilangkan atau mengurangi
munculnya potensi bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima ? Bila
jawabannya Ya berarti CCP dan bila jawabannya TIDAK, lanjutkan ke pertanyaan
ketiga.
Adapun pengertian ”dirancang”
adalah prosedur dirancang secara khusus untuk mengatasi
bahaya yang teridentifikasi.
Misalnya : tahap sanitasi untuk membersihkan permukaan
yang bersentuhan dengan produk
Pertanyaan Q3 : Mungkinkan kontaminasi dengan potensi bahaya
yang teridentifikasi ada pada konsentrasi yang berlebihan atau dapatkah
meningkat hingga ke tingkat yang tidak dikehendaki. Bila jawabannya tidak
berarti bukan CCP. Bila jawabannya YA, lanjutkan ke pertanyaan keempat.
Pertanyaan Q4 : Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan
potensi bahaya yang teridentifikasi hingga ke tingkat yang dapat diterima ?
Bila jawabannya TIDAK berarti CCP dan bila jawabannya YA berarti bukan CCP.
Bila tahapan ini sudah dapat ditentukan CCP atau bukan CCP, lanjutkan dengan
pengamatan pada tahap selanjutnya dari alur proses. Ulangi pertanyaan Q1 sampai
Q4.
3. Pengendalian Proses dan Penerapan
PDCA
Konsep
PDCA yang pada hakekatnya merupakan siklus, maka pada implementasinya akan membangun
budaya mutu yang continual improvement. Implementasi konsep PDCA untuk desain
wewenang dan tanggung jawab
dijabarkan berikut ini.
· Plan
(perencanaan) yaitu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya? Pada
tahapan perencanaan ini, rumusan desain diarahkan pada mengembangkan sasaran
dan proses-proses yang diperlukan untuk mencapai hasil yang sesuai dengan
kebijakan organisasi atau sesuai persyaratan pengguna.
· Do (melaksanakan), yaitu mengerjakan yang
direncanakan? Pada tahapan melaksanakan ini, rumusan desaindiarahkan pada
melaksanakan strategi, kebijakan, dan proses-proses yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang telah ditetapkan dalam sasaran mutu atau sesuai persyaratan
pengguna.
· Check (memeriksa), yaitu apakah hasil yang
terjadi sesuai dengan yang direncanakan? Pada tahapan memeriksa ini, rumusan
desain diarahkan pada memantau, mengevaluasi, mengukur kesesuaian proses-proses
yang telah dijalankan dan produk yang telah dihasilkan dengan kebijakan
organisasi, sasaran mutu dan persyaratan produk yang telah ditetapkan.
Diperlukan untuk mencapai hasil yang sesuai dengan kebijakan organisasi atau
sesuai persyaratan pengguna.
· Action
(tindaklanjut), yaitu apakah tindaklanjut yang akan diambil dengan hasil yang
diperoleh dan upaya yang diperlukan untuk meningkatkan hasil yang diperoleh?
Pada tahapan tindaklanjut ini, rumusan desain WT-nya diarahkan pada upaya-upaya
tindakan untuk meningkatkan kinerja proses secara bekesinambungan.
Penjabaran
dari konsep PDCA ini ke dalam kata-kata operasional adalah sebagai berikut :
Plan : Menyusun, merencanakan, mengkoordinasikan,
mensosialisasikan, dan mengkomunikasikan.
Do
: Melakukan, melaksanakan,
menerapkan, mengimplementasikan.
Check : Memeriksa,
memonitor, mengecek, mrngukur, mengevaluasi.
Act : Melaporkan,
mempertanggungjawabkan, menindaklanjuti, memperbaiki, dan
menigkatkan.
Sedangkan
bagan alir mengenai siklus PDCA terlampir pada lampiran 2
salam kenal....
BalasHapusterima kasih artikelnya sangat membantu